Sabtu, 15 Juli 2017

Bangun Dan Sendu

Saya terbangun dengan perasaan sendu. Sejak sebelum saya membuka mata, perasaan itu sudah kualami. Saya bermimpi tentang kamu. Bahkan dalam mimpi saya mengalami peristiwa nyata kesedihan yang pernah kualami. Saya tidak tahu mengapa ini bisa terjadi. Perasaan sedih yang mengalir. Ada persaan sedih yang mengalir, saya merasakannya kembali. Padahal saya sudah berusaha melupakan dia dan saya anggap berhasil. Dan saya kembali mengingatnya dan itu dalam mimpi. Saya sudah berusaha melupakan dia dengan sempurna tapi dia datang melalui mimpi. Saya sudah berusaha menghindar dari dia tapi dia datang padaku melalui mimpi. Mimpi ini tak jauh beda lagi dengan kenyataan. Rasanya sangat pahit. Rasanya sangat sedih kembali mengalir dari suatu tempat entah di mana. Suatu tempat yang sudah kutinggalkan dengan sangat susah dan lelah tapi saya sudah, ah, sungguh pahit untuk mencecapnya kembali. Kau datang mengenakan baju merah maron. Saya kembali ke tempat itu. Entah siapa yang membuka lemari dan kesedihan itu mengalir seperti aroma yang terus merambat ke udara. Dan saya menghirupnya dalam tidur. Apakah kamu yang membukanya? Semoga bukan kamu karena kamu di ambang warna pelangi. Tolong jangan lakukan karena kamulah pemenang. Akulah yang kalah dalam nyata dan mimpi.

Saya Sangat Mencintaimu Karena Itu Saya Membenci Diriku

aya mencintaimu. Sangat. Entah mengapa padahal kita tak pernah bertemu sebelumnya. Yah, saya sungguh tak pernah melihatmu padahal di tempat itu ada potensi kita bertemu dalam rutinitas yang menjemukan. Saya tidak tahu, apa karena kau cantik lantas saya jatuh cinta, bisa ya juga bisa tidak. Bisa tidak karena karena ada begitu banyak yang cantik bahkan lebih darimu tapi saya tak mencintainya. Bisa ya karena kau sungguh cantik. Caramu tersenyum menghanyutkanku ke alam sunyi. Caramu memandangku mengingatkanku pada lembah yang diam dan tenang. Suaramu selalu menggetarkan dadaku. Caramu merajuk membuatku tersadar bahwa ada sisi indah dalam hidup ini yang harus disyukuri. Kau lebih dari sebuah definisiku tentang keindahan dan keutuhan. Namun saya sadar saya bukan apa-apa karena itulah kau tidak terjangkau. Saya hanya memendam rindu bersama denting sunyi. Saya hanya bisa dibakar cemburu hingga menjadi debu. Karena itulah saya hanya duduk terdiam memandangmu tersenyum, merajuk, dan berjalan sambil sesekali tersenyum mendengar celotehamu yang manja. Saya tak pernah berharap suatu saat kau akan tahu betapa saya mencintaimu karena justru akan membuatmu membenciku. Meskipun kau tak membenciku tapi saya tak akan pernah lagi meihatmu tersenyum sambil merajuk. Seperti sebuah taman bunga yang selalu dikunjungi banyak kupu-kupu, ketika ada yang mengusirnya, yang ada hanya taman bunga yang memang tetap indah tapi tidak lagi menenangkan. Betapa kau begitu jauh. Sangat. Saya hanya bisa merasakan cinta dan rindu ini menggumpal. Kau sangat cantik. Senyummu. Pandanganmu. Suaramu. Saya sangat suka melihatmu duduk sambil mendengar orang lain bercerita dan sesekali menimpalinya. Saya mencintaimu. Sangat. Karena itulah saya sangat membenci diriku.

Tidak Ada Cinta Saat Ini

Saya telah berjalan jauh meninggalkanmu, bodoh bila saya kembali lagi.
Saya telah berupaya sekuat mungkin mengurung perasaan cintaku, bodoh bila saya melepasnya lagi.

Saya pernah mencintaimu sehingga saya rela melakukan banyak hal bodoh. Belakangan kusadari betapa memalukannya semua itu. Kau sebenarnya orang biasa, tidak ada yang istimewa pada penampakan fisikmu, hanya saja energi intelektual yang memancar dari dalam dirimu tak dimiliki oleh banyak orang-orang yang pernah hadir mewarnai hidupku. Kalau saya memikirkan segala kebodohan yang pernah kulakukan, air mata ini seakan ingin meleleh. Betapa banyak hal yang kau ucapkan dan lakukan yang membuatku terluka. Semua tindakanku kau balas dengan sangat kejam. Tapi saya tak menyalahkanmu. Saya yang salah mengapa harus jatuh cinta padamu. Diri ini pun sepenuhnya tak salah. Yang menjadi terdakwanya adalah cinta. Seandainya bisa, saya ingin menarik cinta itu dari dalam hatiku, lalu menembak kepalanya. Kemudian bangkai cinta itu kubuang ke sungai. Saat ini, saya sungguh berusaha untuk mengurung perasaan cinta itu sekuat mungkin. Cintaku padamu masih ada, masih seperti ketika pertama kali muncul. Namun telah tak sepenuhnya lagi menguasaiku. Ketika cinta masih menguasaiku, sebenarnya ada begitu banyak kode keras yang kutafsirkan dari dirimu. Bukan kau yang mengeluarkan kode keras itu, tapi saya yang menafsirkannya sendiri, dan tak mungkin saya salah tafsir. Sebuah kode keras agar saya berhenti mencintaimu. Seperti yang selalu terjadi, kau sama sekali tidak mencintaku. Kau sibuk dengan aktivitasmu sendiri. Kau sibuk dengan pikiranmu sendiri. Kau sibuk dengan masalahmu sendiri. Tapi saya terus berusaha merebut perhatianmu dengan ucapan dan tingkah lakuku. Saya sadari saat ini, semua yang kulakukan untukmu, sama sekali bukan untukmu. Tapi semua itu hanya untuk memuaskan perasaan cintaku. Saya mencintaimu bukan dalam artian yang seperti lazimnya terjadi. Tidak ada cinta lagi untukmu saat ini.

Pertanyaan Kepada Rindu

Kau masih bertanya padaku tentang rindu yang pernah kau titipkan. Rindu itu masih ada bahkan sudah berdebu. Menurutku tak usah kau pertanyakan lagi, karena rindu itu akan selalu ada akan selalu basah oleh apapun. Yang ingin kutanyakan apakah kau masih menyimpannya? dua puluh tahun memang bukan waktu yang sebentar. Saya tak pernah yakin rindu itu akan hilang setelah kau memudar. Kehadiran dia hanya akan menekan rindu itu. Yah, menekannya. Dan suatu saat ketika kau sendiri, ketika kau hampa dalam aktivitas, ketika jeda mendatangimu, ketika kau berkarib dengan dirimu, ketika hanya ada kau dan dirimu yang berinteraksi, maka rindu itu akan muncul begitu saja seperti sesuatu yang tak diinginkan namun harus terjadi. Ketika kita bertemu kau akan berbicara tapi bukan dirimu tapi rindu itu sendiri. Saya hanya bisa menunggu. Saya hanya menjadi orang yang pasif. Begitu pasif. Tapi tak apalah rasanya memang hanya itu yang bisa dilakukan. Tapi sudahlah. Mari pergi. Kita telah berjalan jauh melingkar dan mungkin tak akan pernah bertemu lagi.

Setelah Setahun Sejak Kita Bertemu Pertama Kali

Hari ini adalah genap setahun saya mengenal kamu. Sejak pertemuan itu, sejak sore itu, sejak malam itu, saya sungguh jatuh cinta padamu. Seperti bulan ini juga tapi saya belum bisa melakukan apa-apa. Saya belum bisa mengatakannya. Karena memang belum bisa. Jika saya melakukannya maka akan ada banyak hal yang harus saya lakukan setelahnya. Saya berusaha menyimpannya tapi berusaha juga melupakannya karena saya tahu belum tentu kita terbaik untuk diri masing-masing. Untuk apa lagi, tidak tahu juga. Kau dan saya hanya terus mencoba melakukan apa saja yang kita bisa. Itu saja. Saya hanya terus berjalan saat ini. Saya tidak ingin disiksa rindu. Untuk bilang cinta itu bukan perkara mudah. Jadi disimpan saja. Apakah kau juga punya perasaan yang sama. Kalau ada itu tidak penting. Kalaupun tidak ada, itu juga tidak penting. Karena ketika semua perangkat telah selesai, segala persiapan telah matang, maka kau pasti akan siap. Saya tidak ingin lagi mengulangi kesalahan yang sama. Saya tak ingin lagi salah dalam waktu yang sama. Komunikasi kita juga adalah komunikasi yang sebatas itu saja. Tak ada yang mengartikannya lain. Saya pun pergi lagi. Dan jika terus disambung saya akan terbakar. Bisa saja menjadi abu.

Minggu, 27 Maret 2016

Perempuan Yang Tak Akan Pernah Kau Sebut Namanya Lagi

Malam itu pesanmu datang via messengger. Kau mengajakku ngopi di tempat biasa. Memang hampir tiga bulan kita tak pernah ngopi lagi. Kesibukan telah merenggut kebiasaan baik itu.
www,pexels,com

Setelah kopi datang, dan cerita-cerita tentang perkembangan kesibukan kita masing-masing, kau membakar marlboro lights yang keempat sejak kita bertemu. Setelah dua hisapan yang dalam, dan tegukan kopi, kau mulai bercerita tentang seorang perempuan.

Rabu, 23 Maret 2016

Perihal Seorang Perempuan Dan Undangan Pernikahannya

Siang itu selepas makan siang, saya iseng-iseng mengamati undangan resepsi pernikahan salah seorang temanku. Undangan itu memang unik karena menyerupai buku nikah.

Kubuka lembar demi lembar undangan itu. Tak ada yang istimewa karena memang saya telah melihat sebelumnya namun sampai pada lembar terakhir, tubuhku bagai tersengat arus listrik. Saya terkejut dan terkesima membaca tulisan ini: