Rabu, 23 Maret 2016

Perihal Seorang Perempuan Dan Undangan Pernikahannya

Siang itu selepas makan siang, saya iseng-iseng mengamati undangan resepsi pernikahan salah seorang temanku. Undangan itu memang unik karena menyerupai buku nikah.

Kubuka lembar demi lembar undangan itu. Tak ada yang istimewa karena memang saya telah melihat sebelumnya namun sampai pada lembar terakhir, tubuhku bagai tersengat arus listrik. Saya terkejut dan terkesima membaca tulisan ini:



Love is not about finding the right person
but creating a right relationship.
(Relationship red.) it's not about how much love you have in the beginning
but how much love you build till the end.

Kuulang hingga lima kali agar makna yang terkandung dalam tulisan itu kuresapi baik-baik. Setelah itu senyumku mengembang. Bila tulisan itu benar dibuat oleh temanku yang menikah ini, itu pertanda ada kepasrahan yang luar biasa yang melatar belakangi pernikahannya.

Pertamakali mengenal temanku itu saat ada rapat di organisasiku. Dia orangnya cantik, anggun dan ramah. Apalagi bila ia tersenyum, serupa lukisan Monalisa. Pantas saja bila beberapa lelaki yang kukenal naksir kepadanya.

Akhirnya organisasi yang membuat kami harus intens berkomunikasi karena pada sebuah kegiatan, saya jadi ketua dia bendahara. Pada tahap inilah saya mengenal dia lebih jauh.
www.rezaecha.wordpress.com
Ternyata impresi yang kurasakan saat pertama kali bertemu, terbukti. Di kepanitiaan, selain ramah, dia juga bertanggung jawab dan perhatian. Ini bukan perkara mengada-ada tentang kepribadiannya karena menurutku kurang lebih dua bulan kegiatan itu bukan waktu yang sebentar untuk menjajaki persahabatan.

Setelah kegiatan usai, kami hanya bertemu sesekali. Kebanyakan berpapasan di jalan. Kebetulan bila ia ingin menuju ke tempat kuliahnya, ia harus melewati tempat kuliahku dulu.

Tak ada yang berubah padanya. Dia tetap seorang wanita yang cantik, anggun dan ramah. Senyumnya pun tetap indah namun badannya bertambah kurus dan matanya bertambah sayu.

Kebetulan dia kuliah di Jurusan Teknik Sipil. Jurusan yang berhubungan erat dengan gambar menggambar ini tak pelak membuatnya sering jatuh sakit. Pernah ia mengeluh padaku melalui SMS kalau penyakit maagnya bertambah parah karena sering terlambat makan. Pernah juga ia tidak tidur dua hari dua malam karena harus menyelesaikan tugas gambar.

Waktu pun terus merambat, tak pernah lagi ada moment yang mempertemukan kami hingga beberapa tempo yang lama. Yang kutahu, kabarnya ia sedang ber-KKN di kampungnya sendiri.
Tok, tok, tok...rington "willow" di ponselku berbunyi. Tertulis di layar 1 pesan diterima. Kutekan tombol untuk menampilkan pesan itu, ternyata dari dia. Kurang lebih smsnya seperti ini:
"Assalamu Alaikum... Tuk tman2 datang yach ke acaraq Senin. 0X-0X-200X, pukul 10.00 - 12.30, Jln. ***, ***, datang ki' naah... coz tiada kesan tanpa kehadiranmu... (nama temanku itu)"

Kalimat terakhir mengusikku karena biasanya kalimat seperti itu sering kubaca pada undangan resepsi pernikahan teman-temanku, tapi muncul juga persepsi lain dalam diriku. Apakah SMS bukan hal sepele untuk mengundang orang pada suatu acara sakral. Saya yakin dia tidak begitu. Apalagi sebelum-sebelumnya saya tak pernah mendengar kabarnya bila ia ingin menikah.

Hingga pada suatu siang, salah seorang seniorku yang pernah bertemu dengan dia mengabarkan bahwa ia akan menikah. Sebagian dugaanku benar. Pantas saja ada kalimat "...tiada kesan tanpa kehadiranmu..." diakhir SMS-nya.

Saat pertama mendengar kabar dia akan menikah, menyeruak banyak pertanyaan dalam benakku.
"Apakah dia akan menikah dengan pacarnya?"
"Bila tidak jadi, sama siapa?"
"Apakah dengan mantan pacarnya saat SMU?"
"Apakah pernikahan ini sesuai dengan keinginannya ataukah pilihan orang tua?"
"Mengapa harus saat KKN?"
"Mengapa tidak menunggu hingga study S1-nya selesai dulu?"

Hanya pertanyaan keempat yang sedikit terjawab. Informasi yang kuterima lagi dari seniorku kalau pernikahan itu adalah kehendak orang tua, dugaanku benar lagi.

Tiba acara resepsinya, saya tak sempat hadir karena kebetulan mengurus sesuatu di lain tempat. Tapi saya mendapat informasi dari bapakku yang menghadiri resepsinya, katanya berlangsung ramai, ada banyak mahasiswa yang hadir.

Tapi pertanyaan "apakah pernikahan ini sesuai dengan keinginannya?" masih menggelayut di benakku. Informasi dari seniorku dulu masih samar-samar.

Tapi kesamar-samaran itu sedikit jelas lagi ketika tulisan ber-Bahasa Inggris itu kutemukan di halaman terakhir undangan resepsinya. Kuat lagi dugaanku mungkin dia yang menulisnya karena kutahu benar dia mahir Bahasa Inggris. Saya masih ingat juga ketika ia bercerita bahwa keinginannya kuliah di Fakultas Teknik adalah kemauan orang tuanya. Sebenarnya ia ingin sekali kuliah di Jurusan Bahasa Inggris.

Bila benar tulisan itu dia yang mengukirnya maka selain cantik, anggun, ramah, bertanggung jawab, perhatian, cakap Bahasa Inggris, memiliki senyum manis bertambah lagi kesanku padanya, yaitu misterius.

Saya bangga padanya, menyatakan ungkapan dan pembesaran hati melalui tulisan yang menyiratkan makna yang begitu dalam yang sangat jarang -bahkan mungkin tidak ada- dilakukan oleh perempuan yang terpaksa menikah karena kehendak orang tua. Dia menutup kisahnya dengan manis, jujur, berani dan misterius.

Tulisan itu mengandung pengungkapan kepasrahan sekaligus penguatan hati.

Pinrang, 12-12-09

Tidak ada komentar:

Posting Komentar